Prestasi tumbuh di dalam ekosistem pendidikan
yang menekankan pengembangan nalar.
yang menekankan pengembangan nalar.
JAKARTA, KOMPAS – Tim indonesia yang terdiri dari delapan siswa SMA memenangi Satu medali perak, Satu medali perungu, dan empat gelar kehormatan di olimpiade fisika asia ke-19 di vietnam. Perlu lebih insentif lagi memoles bakat siswa agar bisa berkaya maksimal bagi bangsa. Prestasi tersebut dapat dimaknai bahwa pembelajaran berbasis pengembangan nalar tingkat tinggi membuka kesempatan bagi semua siswa untuk memahami ilmu secara logis dan dapat menerapkanya dalam kehidupan sehari hari.
Direktur pembinaan SMA Kementrian pendidikan dan kebudayaan Purwadi Sutanto, di Jakarta , Senin(14/5/2018),mengatakan, sekarang sudah tidak ada lagi pemeringkatan sekolah berdasarkan gelar unggulan ataupun patan bagi semua sekolah untuk menerapkan metode pembelajaran berbasis penalaran. Praktis, metode lama yang menempatkan guru sebagai sumber ilmu tunggal dan bertumpu pada kisi-kisi harus ditinggalkan.
“Anak-anak yang berprestasi di tingkat internasional tak mesti yang lahir dengan kecerdasan istimewa. Prestasi bisa tumbuh di dalam sistem pendidikan yang menekankan pengembangan nalar. Tergantung ekosistem pendidikan dan kultur sekolahnya,”tutur purwadi. Namun, pembina fisika dari Yayasan Sinergi Mencerdaskan Tunas NegerI (Simetri), Hendra Kwee, mengungkapkan, masih banyak guru keliru mengartikan pembelajaran berbasis nalar. Pertama guru justru tidak mengajar dikelas dan menyuruh siswa mencari sendiri bahan di berbagai sumber tanpa pengarahan yang jelas. Kedua, mengira pembelajaran berbasis nalar menggunakan angka yang banyak digit atau pecahannya. Guru kerap terjadi asumsi bahwa penalaran tingkat tinggi itu harus selalu berwujud soal-soal yang sukar.
Soal rumit
Meski gagal meraih emas, prestasi siswa SMA Indonesia di Olimpiade Fisika Asia ke-19 patut diapresiasi. Medali perak diraih Randy Stefan Tanuwijaya (SMAK Santo Paulus, Jember) dan mendali perunggu oleh Johanes Suharjo (SMAK Fateran, Surabaya). “Targetnya meraih medali emas, tetapi soal yang diuji jauh lebih rumit dari pada yang sudah dipelajari,” kata Randy dalam jumpa pers di Jakarta, Senin. Selama lomba melawan peserta dari 25 negara tim dihina oleh Yayasan Simetri. Pembina fisika dari Yayasan tersebut, Hendra Kwee, mengungkapkan, soal yang diujikan jumlahnya sedikit, tetapi memerlukan penalaran tingkat tinggi.
Contoh soalnya ialah cara membuat elevator bisa bertahan dan mengurangi luar angkasa. Peserta diminta mencari bahan-bahan dengan daya tahan sesuai untuk keadaan di antariksa. Soal lainnya
ialah menghitung arah dan tarikan medan magnet Bumi. “Soalnya cuma satu
kalimat, tetapi jawabannya berlembar-lembar,” ujar Hendra.Purwadi Sutanto mengatakan, metode pendidikan yang merangsang kemampuan bernalar adalah keniscayaan. Di zaman teknologi canggih, berbagi pekerjaan berbasis operasional akan digantikan oleh mesin. Kemampuanbernalar merupakan senjata manusia untuk terus berkiprah. Pengenalan metode pengembangan nalar tingkat tinggi terus digerjarkan kepada guru. Maka, pembelajaran tak boleh lagi bertumpu pada penghafalan kisi-kisi soal ujian, tetapi kepada pemahaman dan analisis.
Sementara itu, sejumlah siswa SMA dari Jember,Surabaya,Bali,Tangerang, dan Jakarta dengan minat di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika akan mengunjungi universitas-universitas di Australia setelah memenangi perlombaan video Science Your Future, Kompetisi ini diselenggarakan Komisi Perdagangan dan Investasi Australia (Austrde) dalam kemitraan dengan Jaringan Teknologi Australia bersama dengan perusahaan Australia, Qantas dan Bluescope. (DNE/ELN)
sumber : Kompas edisi cetak Selasa , 15 Mei 2018